Rabu, 26 September 2012

Merajut Kebersamaan dalam Dinginnya Papandayan 23-24 Maret 2012


Setahun berlalu dari edisi kemping ceria perdana ke Gunung Papandayan (2.622 mdpl, Garut, Jawa Barat) di medio maret 2011, yang dari perjalanan tersebut terbentuklah Komunitas Pecinta Alam kecil-kecilan & sederhana “Komunitas Pecinta Alam Warna-Warni (KPAWW)” , beberapa rekan mengusulkan untuk kembali menghelat Kemping Ceria Papandayan Jilid 2 di Bulan Maret 2012 ini. 

Kemping Ceria sambil hitung-hitung menapak tilasi berdirinya komunitas pecinta alam kecil-kecilan kita.. “, ujar seorang rekan dengan senyumnya yg merekah..



Ajakan kemping ini di-amini & disambut antusias oleh banyak rekan, terlebih lagi Papandayan memang sedang “hangat-hangat-nya” dibuka kembali setelah beberapa lama ditutup untuk aktivitas pendakian..



Jum’at-Sabtu 23-24 Maret 2012 pun ditetapkan sebagai tanggal pelaksanaan dengan pertimbangan agar memiliki satu hari penuh (minggu) untuk beristirahat ataupun untuk keperluan agenda keluarga dan lainnya.



Berbeda dengan edisi perdana kemping yang dihelat hanya dalam 1 hari dengan rute (Parkiran Papandayan - Melintas Kawah – Hutan Mati – Tegal Alun – Puncak Papandayan – Parkiran), di edisi kedua ini rutenya menyimpang terlebih dahulu untuk bermalam di Pondok Selada untuk keesokan harinya trekking ke Tegal Alun kemudian kembali lagi ke Pondok Selada sebelum akhirnya berakhir di Parkiran Papandayan lagi.



Setelah sekitar 1 bulan undangan kemping ceria ini dirilis sekitar 40-an orang calon pesertapun terjaring, dan sudah barang tentu “Warna-warni”... , Laki-laki & Perempuan dng profesi yg warna-warni dari PNS, karyawan swasta, wirausahawan, pelajar, ibu rumah tangga, mahasiswa termasuk mahasiswa yang sudah lulus (fresh-graduate) tapi masih belum bekerja, beragam pula rentang usianya dari seorang pelajar kelas satu SMA sampai pria paruh baya beranak dua.. simply warna-warni.



Keberangkatan



Menuju Bumi Garut dimana Papandayan & Kawah aktifnya kokoh berdiri, rombongan terpecah-pecah menjadi beberapa jadwal dan moda transportasi. Sesuai itinerary yang ditetapkan, rombongan besar akan berangkat menggunakan bis dengan meeting point Terminal Kampung Rambutan Jum’at 23 Maret Pkl.06.00 WIB, dengan pertimbangan untuk “ngepasin” waktu sebelum sholat Jum’at sudah tiba di terminal guntur & bisa sholat Jum’at dulu di Masjid dekat terminal guntur sebelum melanjut ke Desa Cisurupan. Rencana yang akhirnya berantakan 180 derajat karena kemacetan di Tol JKT-Cikampek sebagai imbas long weekend serta rentetan kecelakaan2 dibeberapa ruas tol sebelum kami lewati. Dari jadwal jum’at pagi ini terkumpul 13 orang peserta dari Jakarta, Tangerang, Bekasi & sekitarnya. Rombongan lainnya adalah 7 orang rekan dari Tangerang yang memutuskan berangkat terlebih dahulu di kamis malam (22 Maret) via Terminal Lebak Bulus, 16 orang dari yang berangkat dari Bandung yang juga terpecah ada yang berangkat kamis malam & jum’at pagi dari bandung, 3 orang yang memilih “Touring Motor” dari Depok dan 2 orang lagi menggunakan mobil pribadi berangkat menyusul sabtu sore dari Jakarta, total jendral 41 orang.


Perjalanan Menuju Papandayan

Karena saya tergabung di rombongan besar yang berangkat Jum’at pagi via Terminal Kampung Rambutan, maka detil perjalanan menuju papandayan yang terekam pun hanya di rombongan kami. Dari pkl 06.00 WIB yang ditetapkan sebagai waktu berkumpul, rombongan besar akhirnya baru benar-benar naik ke dalam bis jelang pkl 08.00 WIB karena kendala keterlambatan beberapa rekan. Dan bayangan akan sholat Jum’at di Masjid dekat terminal gunturpun kontan buyar karena kemacetan luar biasa di ruas tol Jakarta-Cikampek yang membuat kami baru masuk Tol Cipularang sekitar pkl 12.00 WIB dan akhirnya “touch-down” di terminal guntur jelang pkl 15.00 WIB.. what a journey...hehe. Karena kemacetan tsb rekan2 pria yg muslim urung ber-sholat jum’at di masjid dan akhirnya mengambil keringanan (“rukhsoh”) sholat digabung & diringkas (Jama’ Qoshor) yang diperuntukan untuk musafir atau orang yg sedang dalam perjalanan jauh.

Setiba di terminal guntur dan belum lagi penat berjam-jam duduk didalam bis hilang, kami langsung disambut berondongan tanya dari para supir angkot ataupun calo2nya, “ A’..bade kamana a’?.. ka Papandayan ?..cikuray?...Guntur?.. “. Agak mereka faham betul melihat bawaan keril-keril dipunggung kami kalau destinasi orang-orang yang baru tiba itu tak jauh dari Gunung.

Penawaran-penawaran alot pun di gelar dengan kami mengutus Husni sebagai “urang garut asli” untuk mewakili kami dealing dengan para supir angkot tersebut. Hargapun disepakati Rp.7500/orang dengan sistim carter alias hanya rombongan kita saja + keril2nya yang masuk angkot atau total Rp. 97.500,- untuk 13 orang dalam satu angkot yang mengantar kami pertigaan Desa Cisurupan.

Sampai di pertigaan cisurupan sudah jam 4 sore lewat, kami langsung sambung dengan mencarter pickup yang sudah terparkir manis didekat lokasi kami turun, yang memang jejeran pick up tersebut selalu menanti di pertigaan tersebut untuk mengangkut para pendaki atau wisatawan yang menikmati papandayan, termasuk juga waga sekitar yang ingin ke atas dengan tarif yang masih tak berubah dari tahun kemarin Rp. 10.000/orang.

akhirnya jelang pukul lima sore kami menjejak parkiran papandayan dan disambut oleh 3 orang rekan dari Bandung (Dwi Anugrah dan soul-mate nya Arumsari, serta Halim Ichsani) yang sengaja menanti kedatangan rombongan kami untuk selanjutnya bersama-sama menuju pondok Selada. Setelah sejenak beristirahat dan beberapa rekan ke toilet terlebih dahulu, kami kemudian mengurus registrasi di pos pendakian di dekat toilet/musholla. Dari pengalaman kemping perdana setahun silam, kali ini registrasi peserta pendakian agak sedikit berbeda. Selain pos pendaftarannya yang pindah dari depan ke dekat toilet, kamipun tidak diberi semacam kertas tanda registrasi yang ketika itu dibebankan sekitar Rp. 2.500/orang. Sebagai gantinya, setiap rombongan mencatatkan keterangan rombongan berupa [Nama Koordinator Rombongan, Jumlah anggota rombongan, Alamat asal, No. HP Koordinator dan besaran uang sukarela untuk para pengelola yg tidak ditetapkan besarnya berapa] di buku besar registrasi yang disiapkan pengelola.




Setengah terang setengah gelap menuju Pondok Selada

Waktu menunjukan pkl 17.05 ketika saya memulai sedikit briefing bersama 16 orang rekan yang diakhiri do’a bersama untuk menuju Camping Ground Pondok Selada. Rombongan lainnya sudah terlebih dahulu membuka tenda di pondok Selada dengan 1 rombongan (Anwar, Roby dan Didi) memilih untuk berkemah di Tegal Alun.

Selepas briefing & dosa bersama, rombongan mulai menapaki jalan berbatu melintasi kawah aktif papandayan dengan asap putih yang mengepul & bau belerang yang cukup menyengat. Masker, Slayer ataupun Buff untuk menutup hidung agaknya jadi peralatan yang “wajib dibawa” untuk trekking ke papandayan untuk meminimalisir bau belerang yg menyengat hidung serta terasa “pedas” dimata. 

Lebih dari setengah perjalanan menuju pondok selada ditempuh dalam kondisi terang walaupun semakin meredup menjelang maghrib. Setelah diselingi istirahat sejenak ketika waktu maghrib tiba, rombongan akhirnya tiba di camping ground Pondok Selada jelang Pukul 7 malam, yang langsung disambut hangat rekan2 yang telah tiba sebelumnya. Dan benar seperti info bapak-bapak pengelola dibawah, pondok selada memang penuh malam itu (info dari penjaga pos ada sekitar 200an orang yang registrasi untuk bermalam di pondok selada hari itu).





Beratap Kerlip Bintang Mengurai Dingin dengan Hangat Interaksi

Setelah membongkar keril, memasang tenda, rombongan pun selanjutnya larut dengan aktifitas ngeriung masak-memasak di beberapa tenda. Lepas episode masak & makan, aktifitas peserta kempingpun terbelah menjadi beberapa “kelompok”. Ada yang memilih langsung meringkuk di tenda karena kantuk & lelahnya perjalanan sebagian lagi memilih berusaha mengubah dingin malam menjadi obrolan santai yang hangat dengan candaan & cerita2 lucu, ditemani pula dng hangatnya kayu bakar serta beratap langit cerah dengan kerlip bintang yang seolah bertambah saban kali kita tatap.. lepas tengah malam para peserta ngobrol akhirnya mulai beringsut satu persatu ke pembaringan tendanya masing-masing.




Menuju Tegal Alun yang memesona

Subuh menjelang, dari beberapa tenda sudah mulai terdengar denyut kehidupan dengan sayup2 terdengar lantunan bacaan sholat yang mendayu. Ketika gelap perlahan terkuak berganti terangnya pagi, satu persatu tenda mulai terbuka memunculkan penghuni-penghuninya saling sapa pagi satu sama lain. Beberapa langsung menyalakan kembali peralatan masaknya dan larut dng aktifitas seduh-menyeduh serta sruput-menyeruput... 

Sekitar pkl 06.00 WIB semua peserta sudah bersiap untuk memulai trekking ke Tegal Alun, satu lokasi yang pernah dilansir dalam sebuah artikel media sebagai satu di antara tempat-tempat terindah di Indonesia untuk menikmati edelweis selain Alun Alun Surya Kencana, Lembah Mandalawangi dan beberapa lainnya.

Setelah sedikit briefing dan senam peregangan untuk melemaskan otot-otot sebelum trekking, rombongan akhirnya mulai bertolak ke tegal alun. 

Rute menuju Tegal Alun adalah menuju kawasan hutan mati dengan terlebih dahulu sedikit melintasi ilalang yang digenangi air, jadi agak menyerupai rawa, yang kadang-kadang bisa amblas semata kaki. Trek menuju & selama melintas hutan mati relatif didominasi jalur-jalur landai, yang walaupun agak menanjak tidak memberatkan. Di kawasan hutan mati sudah bisa ditebak perjalanan rombongan akan acap kali terhenti untuk satu keperluan... berfoto !. Karena nuansa eksotis yang disajikan oleh batang-batang kayu yang menghitam akibat dampak letusan papandayan beberapa tahun silam.

Tanjakan yang agak terjal baru ditemui dibeberapa saat menjelang Tegal Alun. Selepas tanjakan-tanjakan terjal tersebut kita kemudian akan disuguhi jalur landai dengan vegetasi yang masih rapat, tanda bahwa Tegal Alun hanya beberapa jengkal lagi tergapai.
jelang Pkl 07.30 WIB akhirnya rombongan pertama tiba di Tegal Alun. Dan hamparan padang edelweis yang luas dengan edelweis-edelweis yang tengah mekar merekah dengan tanpa sedikitpun kabut yang menghalangi pandangan benar membayar tuntas seluruh letih yang menyertai trekking dari Pondok Selada ke Tegal Alun.







Kepulangan, membawa segenap lelah dengan senyum yang tetap tersungging

Rombongan berdiam di Tegal Alun sampai sekitar jam 9 pagi dan langsung beringsut kembali menuju Pondok Selada melalui Jalur yang sama dengan keberangkatan. Kurang dari satu jam perjalanan termasuk diselingi agenda berfoto ria, rombongan akhirnya kembali menjejak pondok selada. Ditengah perjalanan menuju Pondok Selada ini rombongan akhirnya bertemu dengan dua orang KPAWW-ers yang menyusul dan baru tiba di Garut ahad dinihari & bermalam di salah satu penginapan jelang pertigaan cisurupan. Sifa & Doel memutuskan langsung trekking ke Tegal Alun melintas hutan mati tanpa menyimpang terlebih dahulu ke Pondok Selada.



Sesampai di Pondok Selada jelang pukul 10.00 WIB, setelah beristirahat sejenak beberapa peserta memulai kembali masak-masak lalu melanjut dengan aktifitas bongkar tenda & packing kembali ke keril masing-masing. Sekitar pkl 11.30 seluruh peserta sudah bersiap untuk trekking kembali ke Pondok Selada, termasuk juga trio Anwar, Roby & Didi yang bergabung kembali dengan rombongan besar setelah mereka bermalam di Tegal Alun. 

Kurang dari dua jam perjalanan dengan ditemani terik matahari dihampir sepanjang perjalanan rombongan akhirnya kembali menjejak parkiran papandayan. Sebagian langsung memburu warung-warung makanan yang ada di parkiran papandayan, menyicip beberapa potongan gorengan dan lontong, memesan hidangan mie rebus atau sekedar segelas teh manis hangat.

Setelah cukup lama menanti giliran pick up yang akan membawa turun dari papapandayan menuju cisurupan dan langsung menuju terminal guntur, rombongan akhirnya sudah kembali ada di kota garut sekitar jam 5 sore. Sebagian peserta, khususnya yang dari Bandung langsung menaiki bis yang membawa mereka menuju Jakarta, sementara rombongan Jakarta, Bekasi dan sekitarnya memilih untuk mampir sejenak ke toko oleh2 khas Garut untuk membeli beberapa buah tangan bagi orang-orang yang menanti mereka di rumah.

Malam menjelang, rombongan nampak terlelap di bangku bis primajasa yang membawa segenap letih tapi dengan senyum yang tetap tersungging tanda ceria-nya episode berkemah mereka. Hampir semua yang terlelap dalam lelah memiliki kesimpulan akhir yang sama, bahwa mereka akan kembali menapaki keceriaan ini tahun depan..kembali ke Papandayan.

Rasa syukur dan terima kasih terlantun kepada :
  1. ALLAH Swt atas karunia cuaca yang bersahabat selama perjalanan & keselamatan atas keseluruhan anggota perjalanan
  2. Kang Cefy (Rangers Papandayan) atas informasi & perbantuan segala sesuatunya
  3. Keluarga Besar Komunitas Pecinta Alam Warna-Warni (KPAWW) khususnya rekan2 yang mengkoordinir lini2 persiapan dll
  4. Keluarga Besar Kaskus Outdoor and Nature Club (OANC) atas keramahan & kehangatan interaksi, sharing informasi & selalu menjadi inspirasi bagi komunitas kecil kami

Pengeluaran Biaya :
  1. Bis Kp. Rambutan Jakarta - Terminal Guntur Garut Rp.35.000,-
  2. Carter Angkot Terminal Guntur - Cisurupan @Rp.7.500,- (resminya Rp.5.000 kalau non-carter)
  3. Pick up Cisurupan - Parkiran Papandayan @Rp.10.000,-
  4. Uang Sukarela utk Pengelola (1 Rombongan) Rp.50.000,-
  5. Pick up Parkiran Papandayan - Terminal Guntur Rp. 15.000,-
  6. Bis Terminal Guntur - Kp. Rambutan Rp.35.000,-
  7. Parkir Motor Menginap @ Kp.Rambutan - Rp. 15.000

2 comments:

Gunung Papandayan 25 April 2013 pukul 00.31  

Kami tunggu kedatangannya kembali.,
mudah2an tidak kapok berkujung ke papandayan., :)

Anonim 13 Agustus 2014 pukul 16.06  

parkir inap sepeda motor di kampung rambutan sebelah mana kang? Ty!

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP